Senin, 08 September 2014

OLEH-OLEH MUSTHAFAWIYAH DARI MQK NASIONAL KE V KOTA JAMBI

OLEH-OLEH MUSTHAFAWIYAH DARI MQK NASIONAL KE V KOTA JAMBI
Sumber: Fb Ayahanda Arda Batubara


1. Guru Pendamping Peserta MQK dari Musthafawiyah adalah 6 orang yaitu :
Hj. Lisda Asmidah . H.M Yakub, H.Ardabili, H. Baginda , Ustadz Habib, dan Ustadz Ahlan. 
2. Peserta MQK Nasional ke V Jambi dari Musthafawiyah 10 orang yaitu Maulana Ibrahim (Akhlak Wustha), Ahmad Oloan (Fiqh Ulya), Husni Iskandar (Balaghah Wustha), Sammad Hsb (Tarikh Ulya), M. Hasyim Ritonga (Balaghah Ulya), DILLA SAFRINA (HADITS WUSTHA), NUR AFIDA HSB (TARIKH WUSTHA), SITI NURIDA HIDAYAH ( AKHLAK ULYA), FITRIYATUL JANNAH ( TARIKH ULYA), ROBIYATUL ADAWIYAH ( USHUL FIQH ULYA).
3. Lolos ke babak final 4 orang yaitu : Maulana Ibrahim (Akhlak Wustha), DILLA SAFRINA (HADITS WUSTHA). SITI NURIDA HIDAYAH ( AKHLAK ULYA), FITRIYATUL JANNAH ( TARIKH ULYA).
4. Tujuan Guru-Guru Pendamping ke MQK Nasinal adalah untuk memberi semangat, bimbingan dan pengayoman bagi seluruh Peserta MQKN Musthafawiyah khususnya, Peserta Sumaterqa Utara umumnya, sekaligus untuk melihat sistem dan teknik pelaksanaan MQK Tingkat Nasional, untuk dipedomani oleh Musthafawiyah pada pembinaan dan latihan-latihan bagi kader-kader yang akan datang.
5. Lokasi Pelaksanaan MQK sangat luas, lapang dan datar. Mulanya kita mengira bahwa di pesantren AS’AD baru diselenggarakan manasik haji akbar, sebab disana sini terpasang KEMAH PUTIH, yang bentuk, ukuran, warna dan bahannya seperti kemah jemaaah haji yang di ada Mina Arab Saudi, tapi setelah diamati lebih lanjut ternyata kemah-kemah itu adalah tempat , sarana dan prasarana Musabaqah Qiraatil Kutub Tingkat Nasional. Setiap materi yang diperlombakan berada pada satu kemah. Juri yang jumlahnya 3 orang, dan Pembawa Acara duduk di kursi yang dilengkapi dengan meja, sementara Peserta yang tampil dan penonton duduk diatas ambal yang muat hanya sekitar 20 orang. Ukuran setiap kemah hanya sekitar 8 x 8 meter, berdindingkan plastik yang mungkin tahan bakar yang berwarna putih. Selain ada nilai positif dari sarana prasarana kemah ini, ada juga nilai negatifnya yaitu ; sangat panas jika matahari bersinar cerah, dan sangat rentan bocor dan becek saat hujan turun, serta sangat menyulitkan bagi penonton / offisial untuk merekam dan mengikuti penampilan peserta yang berasal dari daerah / pesantrennya. Maklum deh, kita terpaksa berdiri di luar tenda sambil membidikkkan kamera ke bagian dalam kemah, dalam keadaan sumpek dan panas. Dalam benak saya, bahwa perlombaan ini dilaksanakan diatas panggung untuk tiap tingkat, dan tiap materi perlombaan, sehingga offisial/guru pendamping maupun penonton bisa dengan leluasa untuk mengikuti dan menonton acara perlombaan ini. 
6. Saya kebetulan adalah guru pembimbing AKHLAK ULYA (kitab Ihya Ulumiddin) dari Musthafawiyah, dan santri yang saya bimbing bernama SITI NURIDA HIDAYAH. Setelah melihat,mengetahui, dan mengikuti sistem dan teknik lomba yang dilakukan oleh team juri, sadarlah saya bahwa untuk perlombaan Ihya Ulumiddin ini tidak akan mungkin dimenangkan oleh Musthafawiyah pada MQK ke V ini sebab, maqra’ (materi yang akan dibaca) hanya diketahui oleh peserta saat akan membaca, dengan arti maqra’ ditetapkan berdasarkan nomor undian yang diambil peserta saat dia akan membaca. Kedua, materi yang diperlombakan adalah keseluruhan isi kitab Ihya Ulumiddin, dari jilid 1 s/d jilid 4. Bimbingan yang sempat dilaksanakan di Musthafawiyah hanya sekitar 2 bulan, jadi yang bisa dilatihkan kepada santri hanya 2 ( dua) jilid, itupun hanya pada bagian-bagian awal dari kitab. Dan pada saat Siti Nurida Hidayah tampil, setelah dia mengambil nomor undian maqra’, harapan saya untuk bisa meraih gelar juara pupus seketika, sebab maqra’nya adalah Ihya jilid 3, yang nota bene Ihya jilid 3 belum pernah dibacanya, belum pernah saya bahas dengan dia. Alhamdulillah bacaannya (harakat / barisnya ) hanya 2 yang salah menurut pendengaran dan pengetahuan saya. Terjemahannya juga bagus, tapi pada saat menjabarkan maksud yang dibaca, barulah kelihatan jelas kelemahan santri kita. Sementara peserta dari propinsi lain, saya dapat berita bahwa mereka telah menammatkan Ihya Ulumiddin secara kurikulum,tuntas keempat-empat jilidnya, dan pada saat mereka telah menammatkan kitab itu, mereka mengadakan resepsi besar dengan menyembelih kambing / lembu.Sedangkan di Musthafawiyah Ihya Ulumiddin dipelajari hanya semacam kursus, 2 jam pelajaran sehari selama lebih kurang 2 bulan. 
7. Ke depan, apabila Musthafawiyah ingin tetap mengikuti MQK, dan apabila ingin meraih prestasi maka sistem dan teknik yang diterapkan selama ini mesti dirobah dan disesuaikan dengan tuntutan sistem dan teknik yang berlaku di ajang MQK Nasional. Kita akan sulit unggul dari propinsi lain, sebab materi / kitab yang diperlombakan itu seluruhnya adalah materi kurikulum mereka, sementara di pesantren kita hanya sebagai materi kursus musiman.Dan yang lebih penting, seluruh materi pada sesuatu kitab yang diperlombakan mesti dipelajari secara tuntas dan tammat oleh setiap peserta. Dan saya lihat dengan jelas bahawa peranan dan penguasaan santri terhadap nahwu dan sharf pada setiap materi yang diperlombakan mutlak diperlukan, dan sangat strategis.
8. Dan Informasi lewat telepon yang baru saja saya peroleh dari Ibu Hj Lisda Asmidah bahwa Musthafawiyah hanya meraih juara ketiga untuk dua orang, atas nama. Siti Nurida Hidayah ( Akhlak Ulya), dan Maulana Ibrahim ( Akhlak Wustha). 
9. Selamat dan sukses untuk kamu semua, saya sangat gembira atas prestasi yang kamu raih. Jayalah Musthafawiyah.

Tidak ada komentar: